Lagi-lagi, saya tak bisa lepas dari ikatan film-film romansa. Setelah kemarin menulis tentang keromantisan dan naik turun hubungan sepasang kekasih dalam dua film, entah kenapa saya semakin kecanduan untuk mempreteli segala jenis romantisme di setiap film. Dan kali ini, saya berusaha menulis sebaik mungkin tentang kisah cinta seorang pemuda polos dalam film A Short Film About Love, karya salah satu sutradara Polandia yang paling berpengaruh, Krzysztof Kieślowski. Kieślowski adalah sutradara yang sangat produktif pada kurun 1960-an hingga 1990-an. Mulai dari dokumentasi, film pendek, dan film panjang, ia lahirkan dalam rentang waktu yang sangat singkat.
A Short Film About Love adalah pengembangan kisah dari drama panjang Dekalog, satu karya Kieślowski yang memuat 10 film di dalamnya. Film ini diperankan oleh Olaf Lubaszenko (Tomek) dan Grażyna Szapołowska (Magda). Sebagaimana judulnya, film ini berkisah tentang cinta, hanya cinta. Dalam film ini, Kieślowski mencoba mengeksplorasi bentuk cinta sampai ke palung terdalam. Berusaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih mengendap dalam diri manusia, menyoal garis batas antara cinta dan nafsu. Seperti apakah jawaban yang disampaikan?
Setiap pukul 21.15, alarm Tomek berbunyi. Ia duduk di depan teropong jarak jauh, mengamati satu jendela di antara jendela-jendela lain di sebuah gedung. Dari sisi pintu muncul perempuan, Magda. Tomek selalu mengamati keseharian Magda dari kejauhan. Melihat Magda membuka kulkas, mengambil susu, membaca lembar-lembar surat, gelisah terhadap lukisan, dan tak jarang kedatangan tamu pria. Sampai pada akhirnya, apa yang dilakukan Tomek diketahui oleh Magda. Namun, Tomek tak merasa itu tindakan tak senonoh. Tomek merasa itu adalah cinta.
A Short Film About Love adalah bukti, bahwa cinta sebagai entitas suci, tak harus melompat jauh dari lajur hanya untuk mendeklarasikan sebuah perasaan dengan tegas. Terkadang, kita hanya perlu diam dan menikmati kekuatan cinta yang tengah bergejolak. Jangan biarkan langkah selanjutnya mengaburkan keindahannya dan mengurangi kenikmatannya. Itu juga yang sedang Tomek usahakan. Ia hanya ingin menikmati kepunyaannya, tanpa ada interupsi dari pihak lain, termasuk sang pujaan hati. Ia hanya ingin cintanya tak memiliki noda.
Agak sulit bagi saya untuk membahasnya lebih jauh, sebab saya telanjur hanyut oleh bentuk cinta yang diukir dalam film ini. Namun secara garis besar, Kieślowski menciptakan A Short Film About Love dengan penuh perasaan, dengan penuh penghayatan. Di antara keheningan, film kaya akan makna yang terselubung. Film berusaha menggelar bentuk cinta melalui adegan-adegan tanpa percakapan, sebagaimana pada pecahan momen ketika Tomek dan Magda mengunyah roti pada waktu yang sama, dalam ruang yang berjauhan, tanpa pernah saling mengenal satu sama lain. Tafsir antara cinta dan nafsu yang ada di dalamnya pun berkembang seiring berjalannya durasi. Dan Kieślowski membuatnya mengalir dengan melankolia yang pekat. Misalnya ketika adegan sayatan di titik nadi Tomek selepas menyentuh Magda yang ia anggap sebagai langkah fatal, yang menodai kesucian cintanya sendiri.
Alur lambat dan krisis percakapan terus berlanjut sepanjang film, sebab A Short Film About Love cenderung mendemonstrasikan cinta lewat bahasa film yang kalem, tetapi di sisi lain penuh makna, seperti teknik POV yang mengarah ke jendela Magda dan suasana haru yang dibawa iringan musik. Tak sedikit kebiasaan konyol Tomek, yang umumnya tak menunjukkan kedewasaan dalam mencintai, meluntur dengan sendirinya akibat konteks yang dihadirkan. Itu semua tak lepas dari peranan Kieślowski yang berusaha menguliti cinta hingga ke tulang. Alhasil, kita tak perlu mendebat batas kabur antara cinta dan nafsu karena pada hakikatnya, dua hal tersebut berada pada dua ruang yang berbeda. Cinta dengan kesuciannya. Sementara nafsu, dengan tindakan fitrahnya.
Azman Bahbereh adalah penyair dan sinefil yang tinggal di Singaraja. Ia pernah belajar di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Editor: Ikrar Izzul Haq