Menu

Mode Gelap
Pesantren, Sastra, Saya Dari Verbal ke Visual Diskursus Patah Hati Frau dan Sesudahnya Kawin Silang Ekonomi dan Politik Festival Sastra-Sains 2025, Epistemologi Maut dan Cinta

Kritik Seni

Dari Verbal ke Visual


					Foto oleh Asief Abdi/Sivitas Kothèka Perbesar

Foto oleh Asief Abdi/Sivitas Kothèka

Adaptasi karya sastra dari novel menjadi film telah marak di dunia. Termasuk di Indonesia yang sering kali film-filmnya mengadaptasi novel, baik novel populer seperti Ranah Pusaka karya Nellaneva maupun kanon macam Bumi Manusia karangan Pramoedya Ananta Toer. Artinya adaptasi berangkat dari sebentuk media promosi. Novel Bumi Manusia, misalnya, yang kemudian dicetak ulang setelah filmnya tayang. Beberapa kritik yang mengatakan bahwa versi film kurang sesuai dengan novelnya menimbulkan persepsi kalau sang sutradara berusaha menginterpretasikan novel sebelum diadaptasi.

Secara teori, adaptasi merupakan bagian dari konsep alih wahana. Sebagaimana diungkapkan Sapardi Djoko Damono. Ia menulis bahwa alih wahana mencakup kegiatan penerjemahan, penyaduran, dan pemindahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian yang lain.

Definisi sang penyair menunjukkan bahwa pada intinya alih wahana merupakan perpindahan dari satu jenis karya ke jenis karya lain dengan medium yang berbeda. Sastrawan itu mengklasifikasi alih wahana menjadi empat jenis yakni ekranisasi (novel ke film), novelisasi (film ke novel), dramatisasi (karya seni menjadi drama), dan musikalisasi (puisi ke musik). Namun, pada dasarnya konsep alih wahana jauh lebih luas dari keempat cara tersebut. Visualisasi puisi dan adaptasi gim, misalnya. Dua contoh tersebut dapat dikatakan luput dari konsep alih wahana yang ramai dibicarakan.

Visualisasi Puisi
Baru-baru ini komunitas Sastra Lumpur menggelar pameran bertajuk Visualisasi Puisi. Hal tersebut berangkat dari sebuah syair karya Adnan Guntur yang berjudul “Sebagai Daun yang Tak Lagi Raib Terbakar oleh Darah Api”. Mungkin sebagian pembaca bakal bingung bagaimana sebuah puisi yang bersifat dinamis diadaptasi menjadi karya fotografi yang stagnan. Akan tetapi, dalam proses kreatifnya, hal tersebut merupakan tantangan bagi sang fotografer dalam memaknai puisi.

Penulis sempat berdiskusi dengan salah satu fotografer bernama Reza Fernanda. Ia mengaku bahwa ini adalah tantangan bagi seorang juru foto untuk mengadaptasi puisi, terlebih puisi milik Guntur yang bergenre surealisme menjadi sebuah karya fotografi. Salah satu jalur yang dilalui dalam prosesnya adalah interpretasi. Oleh karena itu, interpretasi merupakan kunci dari adaptasi suatu karya.

Meski masih minim contoh karya, proses adaptasi ini menarik untuk dibahas. Makna yang ditangkap sang fotografer terkadang bisa mengubah makna yang ada dalam puisi. Akan tetapi, visualisasi puisi tidak hanya terbatas pada fotografi. Ilustrasi pun dapat dikatakan sebagai penggambaran—baik secara digital maupun lukis konvensional.

Novel ke Gim dan Sebaliknya
Agak aneh rasanya dan belum pernah ditemukan nama yang tepat untuk adaptasi novel ke gim. Dalam bahasa Inggris, ia disebut sebagai novel-to-game adaptation. Adaptasi novel menjadi sebuah gim masih terasa asing. Sebab, di Indonesia sendiri jarang ditemukan konsep demikian. Namun, di luar negeri ada beberapa gim berbasis novel seperti Rainbow Six karya Tom Clancy. Sebaliknya, terdapat pula gim-gim yang kemudian diadaptasi menjadi novel seperti seri Assassin’s Creed, Narcissu,dan Splinter Cell.

Artinya, sebuah novel pun bisa menjelma gim. Adaptasi macam itu menjadikan lingkup alih wahana lebih luas dan tidak hanya terpaku pada pergerakan cerita. Meski demikian, dalam gim pun terdapat cerita alias cut scene. Bagian ini berkaitan dengan gameplay sehingga membentuk sebuah kisah di dalamnya. Selain itu, gamer jadi bisa merasakan keterlibatan diri ketika menyelesaikan misi-misi yang diberikan.

Ada pun seperti Narcissu, yang bermula dari visual novel menjadi novel cetak—visual novel dengan beragam rute dan pilihan yang memengaruhi cerita, dipersempit dalam satu karya berupa cetak. Dalam hal tersebut, pengarang tetap mempertahankan isi yang hendak disampaikan kepada pembaca.

Interpretasi adalah Kunci
Interpretasi merupakan kunci dalam proses alih wahana. Sebagai contoh, ketika novel dialihkan dalam wujud film. Kendati berawal dari tujuan pasar, dalam proses kreatif peralihan bentuk, sutradara dan penulis skrip wajib menginterpretasikan novel. Bahkan, terkadang sang pengarang novel bisa terlibat dalam proses pembuatan film. Namun, ada pula yang sengaja mengubah keseluruhan cerita seperti novel How to Train Your Dragon karya Cressida Cowell dengan versi film karya Dean DeaBlois. Kedua cerita tersebut secara makna berbanding terbalik, terutama fisik Toothless yang dalam novel digambarkan sebagai naga kecil, sedangkan dalam animasi berupa naga hitam Night Fury.

Hal serupa terjadi dalam gim dan juga visualisasi puisi. Keterbatasan-keterbatasan ini boleh dibilang memengaruhi makna asli dalam suatu karya sastra ketika diadaptasi ke dalam bentuk lain. Interpretasi setiap orang pun berbeda-beda. Karya Reza Fernanda, misalnya, yang memandang puisi ciptaan Adnan Guntur sebagai wujud nostalgia. Hasilnya, karya Reza punya visual fotografi bercorak kecoklatan untuk menumbuhkan kesan kenangan. Akan tetapi, ia tetap berusaha mempertahankan makna dalam puisi.

Wujud Perluasan Pasar dan Transmedia
Adaptasi selalu memiliki peran tersendiri, khususnya dalam komersialisasi dan perluasan pasar. Artinya, adaptasi berpengaruh dalam promosi suatu karya. Akan tetapi, pada dasarnya adaptasi novel ke film baru bisa digarap ketika novel tersebut sudah terkenal. Jadi, ketika dibuat versi audiovisual, hal tersebut tidak membebani film.

Adaptasi pun bisa dilakukan sendiri guna mempromosikan karya seperti novel dan puisi. Sebagai contoh, puisi karya Adnan Guntur yang diadaptasi menjadi karya fotografi. Atau dalam hal ini penulis pernah mengadaptasi novel pribadi menjadi sebuah karya fotografi cosplay. Maka, adaptasi ke dalam beragam karya merupakan peluang bentuk promosi kepada masyarakat yang lebih luas.

Jadi, adaptasi tidak harus terpaku dalam satu karya novel menjadi film. Adaptasi punya maksud lebih luas yang nantinya merujuk pada konsep alih wahana. Selama medium karya berpindah dan makna aslinya bertahan, ia dapat dikata sebagai bentuk adaptasi atau alih wahana.

Sebagai bentuk perluasan pasar, adakalanya media yang awalnya hanya bertujuan mengangkat dan menceritakan ulang suatu karya di bentuknya semula, berubah menjadi wujud transmedia. Transmedia merupakan bentuk perluasan narasi, seperti yang terjadi pada novel A Certain Magical Index karya Kazuma Kamachi. Semula, novel ringan tersebut hanya diadaptasi menjadi serial anime televisi. Akan tetapi, seiring waktu dan popularitas, bermunculan fanart, bahkan gim. Narasi tersebut meluas. Hal yang sama juga berlaku pada novel karya Tom Clancy, Rainbow Six. Novel itu juga beralih rupa menjadi gim bersekuel.


Adi Suryo Nugroho merupakan pengarang novel dan fotografer dengan nama pena Misaka Takashi.

Editor: Asief Abdi

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Frau dan Sesudahnya

8 Oktober 2025 - 18:00 WIB

Park dan Roman Klise

24 September 2025 - 20:31 WIB

Anastomosis Maut dan Cinta

6 September 2025 - 13:00 WIB

Banyak dibaca di Kritik Seni