Musim panas di Amerika Serikat disambut warganya dengan berbagai macam festival tahunan. Salah satunya, Columbus Book Festival yang diadakan di ibukota negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Acara kebanggaan warga kota Columbus ini diadakan pada tanggal 12-13 Juli 2025 di Gedung Perpustakaan Pusat Kota dan Taman Topiary. Ribuan pengunjung dari berbagai kalangan dan daerah penjuru Ohio memadati area festival, termasuk saya.
Sebagai mahasiswa doktoral di kota ini, saya sudah hampir setahun belajar di wilayah Midwest Amerika ini. Walau sudah melewati empat musim di benua ini, baru kali ini saya sempat mengunjungi perpustakaan tersebar di kota ini. Secara umum, festival buku kali ini tak jauh beda dengan festival buku di Indonesia. Selain obral buku, aneka lapak buku dari berbagai penerbit pelosok Amerika memadati area taman Topiary dengan rapi.
Di taman ini juga berjejer panggung untuk temu pembaca dan penulis. Walau festivalnya hanya dua hari, agenda acaranya sangat padat—mulai jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Meskipun saya hanya hadir di hari pertama, saya merasa cukup puas untuk berkeliling ke semua stand obral buku.
Bicara mengenai obral buku, di sini cukup berbeda dengan di Indonesia. Di sini, obral buku hanya dilakukan oleh Pihak Perpustakaan dan harganya $2 sampai $4/buku. Harga ini tentu sangat murah karena rata-rata harga buku di sini mulai $12 sampai $100. Bukan hanya buku yang dijual, tapi juga audiobook, komik, sampai kaset musik. Di hari terakhir, semua buku tersebut bahkan dibagikan secara gratis. Buku-buku tersebut diperoleh dari gudang perpustakaan, terutama buku-buku lama atau yang kurang diminati oleh pembaca. Hanya saja, untuk masuk ke lapak obral buku, pengunjung harus antri sekitar 30 menit agar obral buku tetap kondusif dan tertib.

(Dok. Fahrul, 2025)
Lapak penjual aksesoris di festival ini berhasil menarik perhatian saya. Lapak-lapak itu menjual pembatas buku, kaos, tas sampai stiker tematik. Kebanyakan pembaca buku menyukai tema bermotif kucing. Konon, pecinta buku di sini identik dengan memelihara kucing. Kucing dianggap memiliki aura cerdas sekaligus misterius yang seringkali merepresentasikan para pecinta buku. Selain itu, beberapa lapak juga menjual berbagai pernak-pernik yang sesuai dengan kepribadian para pembacanya, mulai dari kopi sampai LGBT.

(Dok. Fahrul, 2025)
Lapak-lapak para penerbit buku juga tak kalah menarik. Di sini, penerbit buku lebih liberal dan blak-blakan mengusung kekhasan buku terbitannya. Mulai dari penerbit indie yang khusus menerbitkan buku fantasi sampai buku yang khusus menerbitkan cerita esek-esek.
Perlu seharian untuk menyusuri semua area pameran karena puluhan lapak punya keunikan tersendiri. Panggung penulis juga berjajar rapi untuk mempromosikan penulis lokal dan nasional. Berbagai pelatihan menulis juga tersedia di acara ini, seperti teknik menulis biografi sampai fiksi. Setiap acara tersebut berdurasi satu jam dan langsung pada intinya. Tidak banyak basa-basi karena di budaya Amerika itu sangat menghargai waktu.

(Dok. Fahrul, 2025)
Festival ini juga ramah terhadap anak-anak dan keluarga karena terdapat area dan acara bersama penulis khusus anak-anak, seperti membaca dongeng bersama. Area truk makanan juga tersedia untuk pengunjung yang lapar dan haus. Acara tahunan ini tercipta berkat kerjasama Perpustakaan Kota Columbus dengan berbagai agensi literasi mulai dari perpustakaan swasta sampai penerbit. Upaya menghidupkan literasi di sini tampak nyata karena festival ini memberi ruang inklusivitas untuk semua usia, ras, dan latar belakang pembacanya. Hal ini patut dicontoh oleh festival-festival buku di Indonesia.
Fahrul Khakim adalah mahasiswa S-3 Educational Studies at The Ohio State University.
Editor: Putri Tariza