Pamekasan—Jamiatul Baladiah sangat beruntung. Bermula dari kegandrungannya mengikuti setiap agenda budaya Sivitas Kothèka, kini Diah—begitu ia akrab disapa—resmi menjadi anggota komunitas itu. Dalam Koloman Budaya ke-100 yang digelar 1 Juli 2025 lalu di Kafe Balada, ia didapuk menjadi ketua pelaksana.

Kegiatan kali ini menghadirkan Fikril Akbar sebagai pembicara. Ia merupakan seorang multiprofesi: takmir Lembâna, aktivis budaya, seniman interdisipliner, dan petani. Tema Koloman Budaya kali ini yaitu “Warung Madura sebagai Dramaturgi”. Topik tersebut merupakan turunan dari konsep Pertunjukan 24 Jam yang bakal ditampilkan Lembâna Artgroecosystem—komunitas seni dia—pada 30 Juli nanti di Yogyakarta. “Pertunjukan 24 Jam di Yogya merupakan elevasi dari Babad Lembâna juga praktik-praktik kemaduraan,” kata dia.

Lebih dari separuh pembahasan soal materi turut memaparkan bagaimana konsep dan manajemen Babad Lembâna. Rasanya seperti sedang mengikuti studi banding tanpa mesti berkunjung ke tempat yang jauh. Dari pemaparan Fikril, tampak sebuah strategi yang unik dari komunitasnya yang menawarkan kemaduraan sebagai taktik dan metode: ketat tapi luntur, sporadis tapi tersusun, serampangan tapi terukur.
Editor: Asief Abdi
Foto: Kelik Rahmadi